Dmarket.web.id – Dalam era digital yang serba cepat dan penuh inovasi, berbagai aplikasi komunikasi berlomba-lomba untuk menghadirkan fitur yang mempermudah kehidupan penggunanya.
Salah satu platform yang cukup menonjol dalam hal ini adalah LINE, aplikasi pesan instan asal Jepang yang dikenal luas tidak hanya karena stiker-stikernya yang ikonik, tapi juga karena berbagai fitur tambahannya.
Salah satu fitur yang pernah mendapat sorotan positif adalah Line Split Bill, sebuah inovasi yang memungkinkan pengguna membagi tagihan secara praktis dalam sebuah grup obrolan.
Namun, pada pertengahan 2025, fitur ini resmi ditutup. Keputusan ini mengejutkan banyak pihak, terutama pengguna aktif LINE yang telah menjadikan Split Bill sebagai bagian dari keseharian finansial mereka.
Apa Itu Fitur Line Split Bill?
Line Split Bill adalah fitur dalam aplikasi LINE yang memungkinkan pengguna membagi tagihan atau pengeluaran ke dalam beberapa bagian secara otomatis. Fitur ini sangat berguna dalam berbagai situasi sosial, seperti makan bersama, liburan, hingga pembelian barang secara kolektif.
Dengan fitur ini, pengguna cukup memasukkan jumlah total tagihan dan memilih anggota grup yang terlibat, maka sistem akan menghitung berapa banyak masing-masing orang harus membayar.
Bahkan, fitur ini juga memberikan notifikasi otomatis kepada masing-masing orang untuk membayar bagian mereka, sehingga meminimalisir kesalahpahaman.
Kehadiran fitur ini mendapat sambutan baik di kalangan milenial dan Gen Z yang kerap beraktivitas dalam kelompok, terutama di wilayah Asia Tenggara, seperti Indonesia, Thailand, dan Malaysia, di mana LINE memiliki basis pengguna yang cukup besar.
Alasan di Balik Penutupan Fitur Split Bill
Meskipun fitur ini cukup populer, LINE secara resmi mengumumkan akan menutup fitur Line Split Bill mulai 30 Juni 2025. Keputusan ini menimbulkan banyak pertanyaan.
Menurut keterangan resmi dari LINE Corporation, penutupan fitur ini merupakan bagian dari langkah strategis perusahaan dalam menyederhanakan layanan dan fokus pada pengembangan fitur-fitur utama yang memiliki potensi pertumbuhan lebih besar, seperti AI Chat, LINE Pay, serta integrasi dengan platform e-commerce.
Selain alasan strategis, faktor lain yang turut mempengaruhi adalah rendahnya monetisasi dari fitur tersebut. Meski banyak digunakan, Line Split Bill tidak menghasilkan keuntungan langsung bagi perusahaan.
LINE juga menghadapi tantangan dari kompetitor seperti WhatsApp yang kini tengah mengembangkan fitur pembayaran dan pembagian tagihan yang terintegrasi dengan bank lokal di India dan Brasil.
Tekanan untuk menjaga efisiensi bisnis membuat LINE memilih mengalokasikan sumber daya mereka ke lini produk yang lebih menguntungkan.
Reaksi Pengguna: Dari Kecewa hingga Menemukan Alternatif
Penutupan fitur ini tentu mengecewakan sebagian pengguna, terutama mereka yang aktif menggunakan fitur ini dalam keseharian. Banyak yang menyampaikan rasa kecewa mereka di media sosial, seperti Twitter dan Instagram, dengan tagar #GoodbyeSplitBill dan #LineFeatureGone.
Beberapa pengguna mengeluhkan bahwa mereka kini harus kembali menggunakan kalkulator manual atau berpindah ke aplikasi pihak ketiga seperti Splitwise, Settle Up, atau fitur di dalam GoPay dan Dana.
Namun demikian, ada pula yang cukup memahami alasan di balik keputusan ini dan menyambut baik rencana LINE untuk berfokus pada pengembangan fitur-fitur lainnya yang dinilai lebih relevan untuk masa depan.
Beberapa pengguna menganggap bahwa Line Split Bill sebenarnya hanya cocok untuk penggunaan terbatas, dan sebagian besar waktu mereka tetap harus mengurus pembagian uang secara manual karena tidak semua orang menggunakan LINE secara aktif.
Dampak terhadap Gaya Hidup Digital
Penutupan fitur ini mencerminkan bagaimana perubahan dalam strategi bisnis perusahaan teknologi bisa langsung berdampak terhadap gaya hidup digital masyarakat.
Di tengah dominasi ekonomi digital dan tren cashless, fitur-fitur seperti Line Split Bill menjadi simbol dari kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi. Dengan menutup fitur ini, LINE secara tidak langsung menghapus satu kemudahan yang selama ini telah menjadi bagian dari dinamika sosial modern.
Gaya hidup berbagi tagihan tidak hanya sebatas soal uang, tetapi juga merupakan representasi dari nilai kebersamaan, keadilan, dan transparansi.
Fitur seperti ini sangat cocok dengan semangat kolektif anak muda masa kini yang gemar nongkrong, traveling bareng, atau bahkan mengadakan acara bersama seperti “nobar” atau kumpul komunitas. Tanpa Line Split Bill, pengalaman ini terasa sedikit lebih repot.
Perbandingan dengan Layanan Serupa
LINE bukan satu-satunya aplikasi yang pernah menawarkan fitur pembagian tagihan. Aplikasi seperti Splitwise, yang khusus dibuat untuk keperluan membagi tagihan, masih menjadi andalan di kalangan pengguna global.
Sementara itu, di Indonesia, aplikasi dompet digital seperti GoPay, OVO, dan Dana mulai menambahkan fitur serupa secara perlahan. Bahkan, beberapa bank digital seperti Jago dan Blu juga menyediakan fitur pembagian transaksi dalam satu rekening bersama atau shared account.
Namun, keunggulan Line Split Bill adalah karena ia terintegrasi langsung dalam ruang obrolan. Artinya, pengguna tidak perlu berpindah aplikasi atau mengunduh tambahan apa pun. Ini yang membuatnya sangat praktis, apalagi untuk pengguna yang berada dalam grup LINE keluarga, kantor, atau komunitas.
Dengan ditutupnya fitur ini, LINE kehilangan salah satu keunggulan kompetitifnya dalam aspek manajemen keuangan mikro. Di sisi lain, hal ini membuka peluang bagi aplikasi lain untuk mengisi kekosongan tersebut dan merebut pangsa pasar pengguna yang kecewa.
Implikasi terhadap Arah Bisnis LINE
Penutupan Line Split Bill menunjukkan bagaimana LINE tengah mengalihkan fokusnya. Dalam beberapa tahun terakhir, LINE mencoba memperluas bisnisnya dari aplikasi pesan menjadi ekosistem digital.
Melalui LINE Pay, perusahaan berharap dapat menjadi pemain besar di sektor fintech. Namun, persaingan ketat dengan platform lain seperti KakaoPay di Korea Selatan, AliPay dan WeChat Pay di Tiongkok, serta GrabPay dan ShopeePay di Asia Tenggara, membuat mereka harus lebih selektif dalam mengelola fitur-fitur tambahan.
Alih-alih mempertahankan fitur yang kurang mendatangkan pemasukan, LINE kini mengarahkan energinya pada integrasi kecerdasan buatan, pengembangan chatbot berbasis AI, serta kolaborasi dengan sektor e-commerce dan game. Dengan demikian, keputusan menutup Line Split Bill bisa dilihat sebagai bagian dari pergeseran strategi bisnis menuju efisiensi dan pertumbuhan yang lebih terukur.
Perspektif Pengembang: Tantangan dan Kompleksitas Operasional
Dari sisi teknis, pengelolaan fitur seperti Line Split Bill bukan tanpa tantangan. Meskipun terlihat sederhana di permukaan, fitur ini harus mampu menangani berbagai skenario rumit seperti pembatalan pembayaran, penghapusan pengguna dari grup, konversi mata uang lintas negara, hingga masalah sinkronisasi ketika koneksi internet tidak stabil.
Selain itu, masalah keamanan dan privasi juga menjadi pertimbangan penting. Karena fitur ini menyangkut data keuangan, perusahaan harus menjamin bahwa semua informasi dibagikan dengan aman dan tidak disalahgunakan. Dalam konteks ini, biaya untuk menjaga infrastruktur yang aman dan andal cukup besar, sementara monetisasi dari fitur tersebut relatif kecil.
Banyak pengembang aplikasi menghadapi dilema serupa: antara menyediakan fitur yang “disukai” pengguna, dengan fitur yang benar-benar menguntungkan dari sisi bisnis. Dalam dunia startup atau aplikasi digital, keberlanjutan fitur sering kali ditentukan bukan oleh popularitas semata, tetapi oleh dampaknya terhadap profitabilitas.
Peluang Kolaborasi dengan Fintech
Meski fitur Line Split Bill dihapus, bukan berarti LINE harus sepenuhnya meninggalkan potensi dari layanan pembagian tagihan. Salah satu kemungkinan adalah membentuk kolaborasi dengan penyedia layanan fintech yang sudah mapan.
LINE bisa mengintegrasikan API dari aplikasi seperti Jenius, Dana, atau OVO untuk memungkinkan pembagian tagihan tetap bisa dilakukan dalam aplikasi, namun dengan infrastruktur yang lebih efisien.
Kerja sama semacam ini dapat menghadirkan sinergi: LINE tetap menjadi tempat komunikasi utama, sementara fintech partner menangani transaksi dan pembagiannya. Ini serupa dengan model kolaborasi antara WhatsApp dengan bank digital di India, atau Telegram dengan bot pembayaran.
Masa Depan Layanan Digital Terintegrasi
Penutupan fitur Line Split Bill seharusnya menjadi pengingat bahwa dunia teknologi digital sangat dinamis. Fitur-fitur yang dianggap membantu dan populer pun bisa dihapus jika tidak sesuai dengan arah bisnis atau realitas pasar. Namun, bukan berarti inovasi seperti ini tidak memiliki masa depan.
Justru, keputusan LINE bisa mendorong perusahaan lain untuk berinovasi lebih jauh dalam menghadirkan layanan serupa yang lebih canggih dan fleksibel. Fitur pembagian tagihan berbasis AI, integrasi langsung dengan rekening bank, atau bahkan fitur berbagi dalam bentuk mata uang kripto bisa jadi akan menjadi tren di masa depan.
Kesimpulan: Ucapan Selamat Tinggal dan Harapan Baru
Penutupan fitur Line Split Bill adalah momen transisi bagi pengguna aplikasi komunikasi digital. Fitur ini telah menjadi bagian dari gaya hidup modern, mempermudah banyak orang dalam mengelola keuangan kolektif.
Keputusan LINE untuk menutupnya memang mengecewakan sebagian pengguna, namun juga bisa dipahami sebagai langkah strategis dalam menghadapi perubahan lanskap bisnis digital.
Kini, saatnya bagi pengguna untuk beradaptasi dan mencari solusi alternatif. Di sisi lain, perusahaan teknologi dan fintech memiliki peluang besar untuk mengisi kekosongan ini dengan inovasi yang lebih baik.
Dengan demikian, meskipun Line Split Bill telah tiada, semangat kolaboratif dan kemudahan finansial dalam dunia digital tetap akan terus hidup, menanti bentuk baru yang lebih adaptif dan revolusioner.