Dmarket.web.id – Jakarta, kota megapolitan yang menjadi pusat pemerintahan, bisnis, dan kebudayaan Indonesia dan Terowongan Silaturahmi, juga menjadi saksi sejarah bagaimana toleransi antarumat beragama terus dijaga dan dirawat.
Salah satu bukti nyata dari semangat keberagaman ini terwujud dalam bentuk fisik yang unik dan penuh makna: Terowongan Silaturahmi yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral Jakarta.
Proyek ini bukan hanya sekadar penghubung fisik antara dua rumah ibadah besar, tetapi menjadi simbol kuat dari semangat kebersamaan dan harmoni antarumat beragama di Indonesia.
Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral: Dua Ikon Iman yang Berdampingan
Masjid Istiqlal, sebagai masjid nasional dan terbesar di Asia Tenggara, merupakan simbol kemerdekaan dan kebesaran Islam di Indonesia. Letaknya yang strategis di Jalan Taman Wijaya Kusuma, Jakarta Pusat, menjadikannya pusat berbagai kegiatan keagamaan berskala nasional maupun internasional.
Tepat di seberangnya, berdiri megah Gereja Katedral Jakarta, tempat ibadah utama umat Katolik yang memiliki nilai historis tinggi, dibangun pada era Hindia Belanda dan menyimpan nilai arsitektur Eropa yang khas.
Kedua bangunan ini telah lama menjadi simbol harmoni dan toleransi. Pemandangan umat Islam yang salat Jumat di Istiqlal, sementara lonceng gereja berdentang pada waktu yang hampir bersamaan dari Katedral, adalah gambaran nyata bahwa keberagaman di Indonesia bukan hanya wacana, tetapi kenyataan yang telah hidup sejak lama.
Latar Belakang Pembangunan Terowongan Silaturahmi
Gagasan untuk membangun Terowongan Silaturahmi muncul pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Dalam proses revitalisasi besar-besaran Masjid Istiqlal pada tahun 2020, Presiden Jokowi menyampaikan keinginannya agar akses antara Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral dipermudah tanpa harus melalui jalan besar. Tujuan utama dari pembangunan terowongan ini bukan hanya soal aksesibilitas, tetapi menjadi perwujudan dari keharmonisan antarumat beragama di Indonesia.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, yang bertanggung jawab dalam proyek renovasi ini, mengatakan bahwa Terowongan Silaturahmi ini adalah simbol kuat bagaimana negara memfasilitasi semangat toleransi. “Terowongan Silaturahmi ini menjadi representasi fisik dari semangat silaturahmi lintas agama,” ujar Basuki dalam salah satu wawancaranya.
Desain Arsitektur dan Fasilitas Terowongan
Terowongan Silaturahmi dibangun di bawah Jalan Katedral yang memisahkan dua bangunan ibadah tersebut. Dengan panjang sekitar 28 meter dan lebar 3,5 meter, terowongan ini didesain tidak hanya sebagai jalur penghubung, tetapi juga ruang yang estetis dan penuh makna. Desain interiornya modern dan bersih, dengan pencahayaan yang baik, serta ornamen-ornamen visual yang menggambarkan semangat persatuan.
Selain sebagai penghubung, terowongan ini juga memiliki fungsi galeri mini yang menampilkan informasi tentang sejarah kedua tempat ibadah, serta dokumentasi perjalanan toleransi antarumat beragama di Indonesia. Tidak hanya umat Muslim dan Katolik yang memanfaatkan terowongan ini, tetapi juga wisatawan dan pelajar yang ingin belajar tentang sejarah dan keragaman budaya Indonesia.
Reaksi Masyarakat dan Tokoh Lintas Agama
Pembangunan Terowongan Silaturahmi mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan. Baik tokoh Islam maupun pemuka Katolik menyatakan apresiasinya atas langkah ini. Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar, menyatakan bahwa inisiatif ini merupakan terobosan luar biasa dalam membangun relasi yang lebih harmonis antaragama.
“Masjid dan gereja itu tetangga. Maka sudah sewajarnya jika kita menjalin silaturahmi, bukan hanya secara sosial, tapi juga secara simbolis melalui terowongan ini,” ujarnya.
Sementara itu, Uskup Agung Jakarta, Mgr. Ignatius Suharyo, juga menyambut baik pembangunan ini. Ia menegaskan bahwa terowongan ini bukan hanya jalur fisik, tetapi juga jalur spiritual yang mencerminkan nilai-nilai persaudaraan sejati. “Terowongan Silaturahmi ini menyampaikan pesan bahwa yang berbeda itu bisa berdampingan secara damai,” tuturnya dalam sebuah pernyataan kepada media.
Fungsi Strategis dalam Momentum Hari Besar Keagamaan
Salah satu fungsi paling nyata dari Terowongan Silaturahmi terlihat saat momen-momen besar keagamaan, seperti Hari Raya Idul Fitri, Natal, atau Jumat Agung. Ketika kapasitas parkir Gereja Katedral terbatas, pihak gereja sering kali meminjam lahan parkir Masjid Istiqlal, dan sebaliknya. Terowongan Silaturahmi ini memudahkan umat lintas agama untuk saling membantu, tanpa terhalang arus lalu lintas.
“Terowongan Silaturahmi ini mempermudah logistik, terutama ketika dua rumah ibadah ini menggelar kegiatan besar dalam waktu yang berdekatan,” kata Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah DKI Jakarta, Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR.
Pentingnya Simbol Fisik Toleransi dalam Era Polarisasi
Di era digital saat ini, di mana perbedaan sering kali dibesar-besarkan oleh media sosial dan politik identitas, simbol-simbol persatuan seperti Terowongan Silaturahmi sangatlah penting. Ia menjadi penyeimbang narasi-narasi kebencian yang sering kali muncul di ruang publik.
“Simbol fisik seperti ini penting untuk mengingatkan kita semua bahwa Indonesia dibangun atas dasar persatuan dalam keberagaman,” ujar Yenny Wahid, aktivis dan tokoh pluralisme. Terowongan Silaturahmi ini juga menjadi contoh konkret bagi generasi muda bahwa perbedaan bukan penghalang, melainkan potensi yang bisa memperkuat bangsa.
Pariwisata dan Edukasi Multikultural
Sejak diresmikan, Terowongan Silaturahmi juga menjadi daya tarik wisata budaya dan edukasi multikultural. Banyak sekolah, lembaga pendidikan, dan komunitas keagamaan datang berkunjung untuk mempelajari nilai-nilai toleransi yang ditanamkan melalui proyek ini.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga menjadikan kawasan ini sebagai titik utama dalam program city tour bertema sejarah dan keberagaman budaya Indonesia.
Kehadiran Masjid Istiqlal, Gereja Katedral, dan Terowongan Silaturahmi telah memperkuat citra Jakarta sebagai kota yang menjunjung tinggi pluralisme. Para wisatawan mancanegara pun kerap mengagumi betapa dekatnya dua tempat ibadah besar dari dua agama berbeda, dan kini makin diperkuat dengan adanya koneksi bawah tanah tersebut.
Kritik dan Harapan ke Depan
Meski secara umum proyek ini mendapat sambutan baik, tidak sedikit pula kritik yang muncul. Beberapa kalangan mempertanyakan urgensi dan efisiensi anggaran dari pembangunan ini. Namun, pemerintah menegaskan bahwa nilai simbolik dan fungsional Terowongan Silaturahmi ini jauh melampaui nominal biaya yang dikeluarkan.
Ke depan, banyak pihak berharap bahwa konsep Terowongan Silaturahmi ini bisa direplikasi di kota-kota lain di Indonesia yang juga memiliki tempat-tempat ibadah lintas agama yang berdampingan.
Tidak harus selalu berupa terowongan fisik, namun bisa dalam bentuk ruang terbuka bersama, taman lintas agama, atau pusat kebudayaan yang memfasilitasi dialog antarumat beragama.
Kesimpulan: Membangun Jembatan, Bukan Tembok
Terowongan Silaturahmi antara Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral Jakarta bukan hanya penghubung antara dua bangunan, tetapi juga jembatan yang menghubungkan nilai-nilai luhur kemanusiaan dan kebersamaan.
Ia menjadi bukti nyata bahwa di tengah keragaman yang kompleks, masyarakat Indonesia masih mampu menjunjung tinggi semangat toleransi, kerja sama, dan silaturahmi lintas keyakinan.
Melalui proyek ini, pemerintah dan masyarakat memberikan pesan kuat kepada dunia: bahwa perbedaan tidak harus menghasilkan konflik, melainkan bisa menjadi fondasi bagi kehidupan bersama yang damai.
Terowongan Silaturahmi ini mengingatkan kita bahwa jalan menuju perdamaian tidak harus megah dan mahal—cukup dengan satu lorong kecil yang dibangun atas dasar cinta kasih dan penghormatan terhadap sesama manusia.