Indeks
Berita  

Waspada HIIT Dapat Menyebabkan Kematian

hiit

Dmarket.web.id – Gaya hidup sehat kini menjadi tren utama di kalangan masyarakat urban. Mulai dari lari maraton, angkat beban intens, hingga olahraga HIIT (High-Intensity Interval Training), semua digandrungi demi menjaga kebugaran dan bentuk tubuh ideal. Namun di balik semangat untuk hidup sehat, muncul peringatan dari para ahli kesehatan: terlalu keras berolahraga justru dapat merusak ginjal.

Fenomena ini bukan sekadar teori. Beberapa kasus nyata menunjukkan bahwa olahraga ekstrem tanpa pengawasan dan pemahaman risiko dapat memicu kondisi medis serius, termasuk gangguan pada organ ginjal. Para dokter pun mulai angkat bicara tentang bahaya yang jarang disadari ini.

Rhabdomyolysis: Musuh Tersembunyi di Balik Otot Kencang

Salah satu penyebab utama kerusakan ginjal akibat olahraga keras HIIT adalah kondisi yang disebut rhabdomyolysis. Ini adalah kondisi serius di mana jaringan otot yang rusak melepaskan kandungan beracun ke dalam aliran darah, termasuk protein mioglobin yang sulit disaring oleh ginjal.

“Kami mendapati banyak pasien muda yang mengalami gejala gagal ginjal akut setelah mengikuti pelatihan fisik ekstrem. Rhabdomyolysis menjadi penyebab utama dalam kasus tersebut,” ungkap dr. Anton Setiadi, SpPD-KGH, seorang dokter spesialis ginjal di RS Cipto Mangunkusumo.

Gejala awal rhabdomyolysis sering tidak disadari, seperti nyeri otot hebat, kelelahan ekstrem, dan urin berwarna gelap. Jika tidak ditangani segera, kondisi ini bisa mengarah pada kerusakan ginjal permanen.

Kelebihan Protein dan Dehidrasi, Kombinasi Mematikan bagi Ginjal

Banyak pelaku fitness HIIT yang mengonsumsi protein dalam jumlah besar untuk membentuk otot. Sementara itu, olahraga intens menyebabkan tubuh kehilangan cairan melalui keringat. Kombinasi dari asupan protein tinggi dan dehidrasi menjadi beban berat bagi ginjal.

“Ginjal kita bekerja menyaring limbah dari metabolisme protein. Bila konsumsi proteinnya sangat tinggi, ditambah tubuh kekurangan cairan, maka fungsi ginjal akan bekerja ekstra keras,” jelas dr. Maria Lestari, ahli nutrisi dan kesehatan olahraga dari Universitas Indonesia.

Tak jarang, seseorang yang rajin berolahraga HIIT justru mengalami penurunan fungsi ginjal akibat tidak menjaga asupan cairan dan mengonsumsi suplemen tanpa pengawasan dokter.

Tekanan Darah yang Tidak Terkontrol: Akibat Laten Latihan Berat

Latihan angkat beban intens atau olahraga kardio berdurasi panjang HIIT juga bisa memengaruhi tekanan darah. Saat latihan, tekanan darah memang cenderung meningkat. Namun pada beberapa individu, tekanan darah tetap tinggi bahkan setelah latihan selesai.

“Hipertensi yang tidak terkontrol adalah salah satu penyebab utama kerusakan ginjal kronis. Sayangnya, banyak orang tidak sadar bahwa tekanan darah mereka melonjak setelah sesi olahraga HIIT yang terlalu keras,” ujar dr. Yulian Prabowo, spesialis jantung dan ginjal.

Penting untuk memahami batas tubuh dan melakukan olahraga HIIT dengan intensitas yang sesuai. Pemantauan tekanan darah secara berkala juga menjadi langkah penting bagi mereka yang gemar berolahraga berat.

Olahraga HIIT Harus Sehat, Bukan Menyakiti

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan olahraga HIIT sedang selama 150 menit per minggu atau intens selama 75 menit per minggu. Namun kini banyak orang yang melampaui batas tersebut tanpa panduan profesional.

“Tujuan olahraga adalah meningkatkan kualitas hidup, bukan justru mencederai tubuh. Bila dilakukan dengan ekstrem, olahraga justru berbalik merusak,” jelas dr. Rizka Hanafiah, konsultan gaya hidup sehat.

Ia menambahkan bahwa mendengarkan sinyal tubuh adalah kunci penting. Bila merasa pusing, mual, nyeri otot luar biasa, atau mengalami perubahan warna urin, maka itu bisa jadi pertanda tubuh sudah terlalu lelah dan butuh istirahat.

Kasus Nyata: Dari Gym ke Ruang ICU

Salah satu kasus yang mencuat adalah seorang pria berusia 29 tahun di Jakarta yang mengalami gagal ginjal akut setelah mengikuti sesi crossfit ekstrem HIIT selama 5 hari berturut-turut. Ia dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami demam tinggi, urin hitam, dan tidak bisa berjalan akibat nyeri otot ekstrem.

“Pasien kami harus menjalani hemodialisis karena ginjalnya berhenti berfungsi akibat rhabdomyolysis. Ini murni akibat overtraining dan tidak menjaga hidrasi tubuh,” kata dr. Anton.

Kasus seperti ini menjadi pelajaran bahwa bahkan orang muda dan sehat pun tidak kebal dari risiko gangguan ginjal jika berolahraga terlalu keras (HIIT) tanpa manajemen yang baik.

Peran Pelatih HIIT dan Fasilitas Olahraga dalam Edukasi

Fasilitas kebugaran dan para pelatih memiliki tanggung jawab besar dalam mengedukasi anggota mengenai batas aman berolahraga. Program latihan harus disesuaikan dengan kondisi individu, bukan hanya mengikuti tren.

“Kami selalu menekankan pentingnya pemanasan, pendinginan, serta hidrasi sebelum dan sesudah latihan. Selain itu, kami mengingatkan anggota untuk tidak memaksakan diri,” ujar Yulia Pranata, pelatih pribadi di salah satu gym ternama di Jakarta.

Pelatihan yang bertahap dan terukur akan mengurangi risiko cedera, termasuk risiko yang berhubungan dengan ginjal.

Kesimpulan HIIT: Seimbangkan Semangat dengan Kesadaran Kesehatan

Berolahraga HIIT memang penting untuk kesehatan, namun seperti halnya obat, dosisnya harus tepat. Terlalu sedikit bisa membuat tubuh lemah, tetapi terlalu banyak dan terlalu keras justru bisa menghancurkan organ vital seperti ginjal.

Para ahli mengingatkan bahwa gaya hidup sehat harus dilandasi oleh pengetahuan dan kesadaran akan batas tubuh. Mendengarkan sinyal tubuh, menjaga hidrasi, mengatur konsumsi nutrisi secara bijak, dan berkonsultasi dengan ahli adalah langkah bijak agar olahraga benar-benar menjadi sarana hidup sehat, bukan sumber petaka.

“Berolahraga HIIT bukan perlombaan untuk menyiksa tubuh. Sehat itu penting, tetapi selamat jauh lebih utama,” tutup dr. Maria Lestari.

Exit mobile version