Dmarket.web.id – Pada malam hari tanggal 14 Juni 2025, warga Jakarta dikejutkan oleh pemadaman lampu penerangan jalan dan area publik yang berlangsung di berbagai wilayah ibu kota.
Kebijakan ini bukan disebabkan oleh gangguan teknis atau bencana alam, melainkan hasil dari keputusan resmi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan PT PLN dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Tujuan utama dari langkah ini, menurut keterangan resmi, adalah sebagai bentuk uji coba program penghematan energi nasional dan sebagai peringatan simbolik terhadap meningkatnya konsumsi listrik nasional yang telah mendekati ambang batas kapasitas daya beban puncak.
Pemerintah juga menyatakan bahwa program ini merupakan bagian dari kampanye “Jakarta Hemat Energi 2025” yang dicanangkan sejak awal tahun.
Rincian Wilayah dan Durasi Pemadaman
Pemadaman ini dilakukan secara serentak mulai pukul 20.00 hingga 22.00 WIB di sejumlah wilayah strategis seperti Sudirman, Thamrin, Kuningan, Grogol, Kemang, hingga kawasan Monas.
Selain itu, beberapa wilayah pemukiman seperti Tebet, Pasar Minggu, dan sebagian wilayah di Jakarta Utara juga turut mengalami pemadaman lampu jalan dan taman. Meski listrik di rumah tangga dan pusat bisnis besar tetap menyala, lampu jalan, lampu taman kota, dan beberapa reklame elektronik dimatikan sementara.
Durasi dua jam yang dirancang tidak terlalu panjang ini bertujuan agar tidak mengganggu aktivitas vital masyarakat, namun cukup memberi dampak simbolis terhadap pentingnya konservasi energi.
Tujuan Sosial dan Lingkungan
Selain penghematan energi, pemadaman ini juga bertujuan untuk membangkitkan kesadaran publik akan dampak konsumsi listrik yang berlebihan terhadap lingkungan.
Emisi karbon dari pembangkit listrik berbasis batu bara dan gas alam yang masih mendominasi suplai energi Indonesia dianggap sebagai penyumbang besar polusi dan pemanasan global.
Dalam siaran persnya, Gubernur DKI Jakarta menyatakan bahwa “Pemadaman lampu ini bukan bentuk kelangkaan daya, tapi sebagai momen refleksi bahwa kita semua punya tanggung jawab untuk menjaga bumi, termasuk dengan mematikan lampu yang tidak perlu.”
Program ini juga diklaim sebagai bentuk solidaritas terhadap daerah-daerah di Indonesia yang hingga kini masih mengalami keterbatasan akses listrik harian.
Reaksi Masyarakat Jakarta
Respons masyarakat terhadap pemadaman ini cukup beragam. Sebagian besar warga mendukung niat baik pemerintah untuk menumbuhkan budaya hemat energi. Warga seperti Andri (32), seorang karyawan swasta di kawasan Kuningan, mengatakan bahwa ia memahami niat baik di balik aksi ini.
“Kalau memang cuma dua jam dan sudah diumumkan sebelumnya, saya rasa tidak masalah. Malah suasananya jadi romantis seperti Earth Hour,” ujarnya.
Namun, ada pula kekhawatiran yang muncul, terutama dari masyarakat yang tinggal di kawasan padat dan rawan tindak kriminal. Beberapa warga mengeluhkan bahwa pemadaman lampu jalan tanpa pengamanan yang memadai dapat meningkatkan risiko kejahatan jalanan.
Implikasi Keamanan Publik
Kekhawatiran masyarakat terhadap aspek keamanan memang tidak bisa diabaikan. Data dari Polda Metro Jaya menunjukkan bahwa selama pemadaman berlangsung pada malam itu, terjadi sedikit peningkatan laporan aktivitas mencurigakan di beberapa titik, seperti pencurian kendaraan bermotor dan gangguan ketertiban oleh kelompok remaja.
Namun, pihak kepolisian telah menyiagakan tambahan personel untuk berjaga di area rawan selama masa pemadaman berlangsung.
“Kami telah menempatkan patroli tambahan di titik-titik strategis dan bekerjasama dengan Satpol PP serta relawan keamanan lingkungan untuk memastikan malam tetap aman,” ujar Kombes Pol Yusrianto, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya.
Peran Media Sosial dalam Menyebarkan Informasi
Media sosial memainkan peran penting dalam menyebarkan informasi tentang pemadaman ini. Pemerintah DKI Jakarta sudah lebih dahulu menginformasikan agenda pemadaman sejak dua hari sebelumnya melalui akun resmi di Twitter dan Instagram, serta disiarkan melalui media daring seperti Kompas, Detik, dan CNN Indonesia.
Namun demikian, tetap saja muncul kebingungan di kalangan masyarakat yang tidak aktif di media sosial atau tidak sempat membaca pemberitahuan tersebut. Di berbagai platform seperti X (dulu Twitter) dan TikTok, tagar seperti #JakartaGelap dan #HematEnergi sempat menjadi trending topic nasional.
Banyak netizen membagikan suasana gelap kota dari balkon apartemen maupun dari jalan-jalan utama, lengkap dengan komentar pro-kontra terkait keputusan tersebut.
Kritik dari Pelaku Usaha dan UMKM
Sejumlah pelaku usaha, terutama dari sektor UMKM seperti pedagang kaki lima, pemilik kedai kopi jalanan, dan pelaku usaha hiburan malam, menyampaikan keberatan terhadap kebijakan tersebut.
Mereka merasa bahwa pemadaman justru mengganggu operasional dan mengurangi minat pengunjung. Ibu Sulastri, pemilik warung kopi di daerah Blok M, menyatakan bahwa malam pemadaman mengakibatkan penurunan omzet hampir 50 persen.
“Biasanya orang suka nongkrong sampai malam. Tapi kemarin malam gelap, banyak yang cepat pulang,” ujarnya. Pelaku usaha mendesak agar ke depan, ada kompensasi atau setidaknya pengecualian bagi wilayah-wilayah yang sangat bergantung pada aktivitas malam hari.
Penilaian dari Pengamat dan Akademisi
Pakar energi dari Universitas Indonesia, Dr. Yuliani Prameswari, menyatakan bahwa langkah simbolik seperti ini memiliki nilai edukatif yang tinggi jika dilakukan secara konsisten dan terintegrasi.
“Pemadaman ini memang tidak serta-merta mengurangi konsumsi energi dalam skala besar, tapi bisa menjadi gerakan moral yang berdampak dalam jangka panjang, jika masyarakat sadar untuk lebih bijak menggunakan energi sehari-hari,” jelasnya.
Ia juga menyarankan agar program semacam ini disertai dengan kebijakan nyata seperti insentif untuk rumah tangga hemat energi, pembatasan penggunaan lampu LED reklame, dan perluasan energi terbarukan di ibu kota.
Dukungan dari Aktivis Lingkungan
Kalangan aktivis lingkungan menyambut baik langkah ini dan bahkan mendorong agar kegiatan serupa menjadi agenda rutin setiap bulan. Mereka membandingkan pemadaman ini dengan gerakan “Earth Hour” yang telah berlangsung di banyak negara sebagai bentuk simbolik penghematan energi dan solidaritas terhadap krisis iklim.
“Jakarta sebagai kota besar harus menjadi contoh pengurangan emisi. Mematikan lampu selama dua jam sebulan sekali bukan hal sulit,” ujar Ratna Dewi, aktivis dari Koalisi Ibu Kota Hijau.
Mereka bahkan meminta pemerintah untuk mendorong perusahaan swasta melakukan hal serupa dan menciptakan kompetisi antar distrik untuk mengurangi jejak karbon masing-masing.
Tanggapan Pemerintah Pusat
Kementerian ESDM menyatakan bahwa uji coba pemadaman ini akan dievaluasi secara menyeluruh sebelum diterapkan secara nasional. Menteri ESDM dalam konferensi pers menyatakan, “Kami ingin melihat bagaimana dampaknya terhadap perilaku masyarakat, kestabilan jaringan listrik, serta reaksi sektor ekonomi.
Jika hasilnya positif, kami akan merancang format pemadaman sukarela bulanan yang terkoordinasi dengan pemerintah daerah.” Pemerintah pusat juga sedang mempertimbangkan penerbitan regulasi baru yang mengatur pengelolaan konsumsi listrik malam hari di kawasan metropolitan.
Evaluasi Sementara: Efek Positif dan Kekurangannya
Secara umum, pemadaman lampu di Jakarta pada 14 Juni 2025 menghasilkan beberapa efek yang beragam. Dari sisi positif, kegiatan ini menunjukkan bahwa ibu kota mampu menjalankan program eksperimental berskala luas dengan partisipasi relatif tinggi dari masyarakat.
Hal ini juga membuka ruang diskusi mengenai konsumsi energi dan peran kota besar dalam menghadapi krisis iklim global. Namun, kekurangannya juga tak bisa diabaikan.
Kurangnya sosialisasi di tingkat RT/RW, minimnya kesiapan aparat di beberapa titik rawan, serta ketidakterlibatan pelaku usaha dalam perencanaan dianggap sebagai catatan penting yang harus diperbaiki ke depan.
Rencana Tindak Lanjut
Pemprov DKI Jakarta merencanakan akan melakukan kegiatan serupa pada bulan berikutnya dengan waktu yang lebih terstruktur dan pendekatan yang lebih inklusif.
Salah satu yang sedang disiapkan adalah pemberian insentif kepada warga yang secara sukarela mematikan listrik non-esensial di rumah masing-masing, serta kompetisi kampung hemat listrik.
Selain itu, akan ada pelibatan sekolah, komunitas seni, dan rumah ibadah dalam kegiatan edukasi dan kampanye terkait energi bersih. Pemerintah juga akan menggandeng lebih banyak stakeholder seperti PLN, pengusaha hotel, dan pemilik gedung pencakar langit agar dampaknya lebih terasa.
Refleksi dan Pesan Moral
Pemadaman lampu malam hari bukan sekadar aksi pemutusan listrik, melainkan simbol dari ajakan perubahan perilaku menuju gaya hidup berkelanjutan. Di tengah tantangan urbanisasi, polusi, dan konsumsi energi yang terus meningkat, Jakarta mencoba menunjukkan bahwa ibu kota negara dapat menjadi contoh gerakan konservasi modern.
Meskipun masih banyak hal yang perlu dibenahi, peristiwa ini bisa menjadi titik awal yang menggugah kesadaran kolektif bahwa energi bukanlah sumber daya yang tak terbatas.
Di masa depan, mungkin kita tidak hanya perlu memadamkan lampu selama dua jam, tapi juga menyalakan kepedulian kita terhadap lingkungan dan generasi yang akan datang.