Ekonomi Tiongkok Tak Takut Melawan Tarif Trump

ekonomi tiongkok

Dmarket.web.id – Ketegangan ekonomi antara Amerika Serikat dan Tiongkok telah menjadi salah satu isu geopolitik paling mencolok dalam dekade terakhir. Sejak Presiden Donald Trump pertama kali menjabat pada 2017, strategi dagang Amerika Serikat mengalami pergeseran drastis menuju proteksionisme.

Di bawah slogan “America First,” Trump meluncurkan serangkaian kebijakan tarif terhadap barang-barang asal Tiongkok senilai ratusan miliar dolar AS, dengan tujuan melindungi industri domestik Amerika, mengurangi defisit perdagangan, dan memaksa Tiongkok mengubah praktik ekonomi yang dianggap tidak adil oleh Washington.

Namun, yang tak banyak diprediksi adalah keberanian Tiongkok dalam merespons kebijakan ini dengan tindakan balasan yang signifikan, bahkan dengan eskalasi tarif terhadap produk-produk AS.

Kekuatan Ekonomi China yang Membuatnya Percaya Diri

Salah satu alasan utama Tiongkok berani membalas tarif dari Amerika adalah kekuatan fundamental ekonominya. Sebagai negara dengan PDB terbesar kedua di dunia dan eksportir terbesar secara global, Tiongkok tidak lagi bergantung sepenuhnya pada pasar Amerika Serikat.

Dalam dua dekade terakhir, Tiongkok telah melakukan diversifikasi mitra dagang, memperluas kerja sama dengan negara-negara Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika Latin. Jalur ekonomi global melalui skema Belt and Road Initiative (BRI) juga menjadi alat penting dalam menciptakan pasar baru dan pengaruh strategis.

Selain itu, ketahanan industri dalam negeri Tiongkok telah meningkat pesat, dengan munculnya raksasa teknologi seperti Huawei, BYD, dan Alibaba yang mulai mendominasi sektor-sektor strategis seperti telekomunikasi, kendaraan listrik, dan e-commerce.

“Kami tidak akan tunduk pada tekanan ekonomi apa pun. Tindakan kami adalah respons yang rasional terhadap ketidakadilan,” ujar juru bicara Kementerian Perdagangan Tiongkok pada tahun 2019, saat memaparkan langkah-langkah balasan terhadap tarif AS.

Logika Balasan Tarif: Simbol Kekuatan dan Kedaulatan

Dalam diplomasi ekonomi, kebijakan balasan adalah bentuk ekspresi kedaulatan. Tiongkok tidak ingin dianggap sebagai negara yang bisa ditekan begitu saja oleh kekuatan ekonomi luar, apalagi oleh rival geopolitiknya yang utama.

Balasan tarif dari Tiongkok tidak hanya untuk mengimbangi dampak ekonomi, tetapi juga untuk menunjukkan bahwa negara itu siap menghadapi tekanan dan mampu melindungi kepentingan nasionalnya. Tiongkok memberlakukan tarif balasan terhadap berbagai komoditas penting dari AS, termasuk kedelai, produk otomotif, dan barang-barang agrikultur lainnya.

Yang menarik, Tiongkok sangat selektif dalam menyusun daftar barang yang dikenai tarif balasan. Strategi ini menunjukkan bahwa Tiongkok ingin memukul balik secara efektif tanpa menyakiti sektor domestiknya sendiri secara berlebihan.

“Kami tidak mencari perang dagang, tetapi kami tidak takut menghadapinya,” kata Presiden Tiongkok Xi Jinping dalam pidatonya pada Kongres Rakyat Nasional, yang mengisyaratkan bahwa posisi Tiongkok bersifat defensif namun teguh.

Dukungan Politik dan Publik di Dalam Negeri

Tiongkok juga berani membalas tarif Trump karena memiliki sistem politik yang relatif stabil dan terpusat. Tidak seperti di Amerika Serikat yang memiliki dinamika politik multipartai dan tekanan dari publik serta sektor industri, Tiongkok mampu mempertahankan kebijakan jangka panjang tanpa banyak hambatan internal. Sistem satu partai yang dikendalikan oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT) memungkinkan adanya kesinambungan strategi nasional, termasuk dalam menghadapi tekanan ekonomi dari luar.

Di sisi lain, pemerintah Tiongkok juga berhasil membangun narasi nasionalisme ekonomi, menggambarkan perang dagang sebagai upaya AS untuk menghalangi kebangkitan Tiongkok.

Hal ini memicu semangat rakyat Tiongkok untuk mendukung kebijakan negaranya, bahkan jika itu berarti menghadapi masa sulit dalam jangka pendek. Media pemerintah seperti People’s Daily dan Xinhua gencar mempublikasikan keberhasilan Tiongkok menghadapi tantangan eksternal, sekaligus menyerukan pentingnya kemandirian teknologi dan ekonomi.

Ketergantungan Global terhadap Rantai Pasok Tiongkok

Meskipun Trump memberlakukan tarif dengan tujuan mengurangi ketergantungan AS terhadap barang impor asal Tiongkok, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak sektor industri AS justru tetap tergantung pada rantai pasok global yang berbasis di Tiongkok. Mulai dari elektronik, tekstil, komponen otomotif, hingga barang-barang konsumsi, Tiongkok masih memainkan peran kunci dalam manufaktur dunia.

Kesadaran akan kekuatan ini membuat Tiongkok lebih berani dalam mengambil langkah balasan. Mereka tahu bahwa efek domino dari tarif Trump juga akan dirasakan oleh produsen dan konsumen di AS.

Dengan membalas tarif, Tiongkok menciptakan tekanan balik terhadap sektor-sektor ekonomi AS yang sangat bergantung pada ekspor ke pasar Tiongkok, seperti pertanian dan industri otomotif. Ini terbukti dengan adanya keluhan dari para petani AS, khususnya penghasil kedelai, yang kehilangan akses besar ke pasar Tiongkok akibat perang tarif.

Strategi Diplomasi Ekonomi dan Pencarian Mitra Baru

Tiongkok tidak hanya merespons dengan tarif, tetapi juga aktif menjalin hubungan ekonomi baru dan memperkuat perjanjian dagang. Salah satunya adalah keterlibatan Tiongkok dalam Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), perjanjian perdagangan bebas terbesar di dunia yang mencakup 15 negara di Asia-Pasifik. Lewat RCEP, Tiongkok memperluas pasar alternatif di luar Amerika Serikat dan menunjukkan bahwa mereka tidak bergantung pada satu mitra dagang saja.

Selain itu, Tiongkok meningkatkan hubungan dagang bilateral dengan negara-negara seperti Rusia, Iran, Brasil, dan negara-negara di Afrika. Mereka juga semakin aktif dalam organisasi multilateral seperti BRICS, yang diharapkan bisa menjadi poros baru kekuatan ekonomi dunia. Dalam konteks ini, tarif Trump justru mendorong Tiongkok untuk lebih mempercepat proses diversifikasi pasar dan memperkuat diplomasi ekonomi global.

Efek Jangka Panjang dan Imbal Balik pada AS

Salah satu faktor yang membuat Tiongkok semakin percaya diri dalam membalas tarif Trump adalah karena mereka melihat bahwa efek jangka panjang dari kebijakan ini juga merugikan Amerika Serikat.

Beberapa laporan dari lembaga riset ekonomi, seperti Peterson Institute dan Brookings Institution, menunjukkan bahwa perang dagang menyebabkan naiknya harga barang konsumsi di AS, menurunnya investasi bisnis, serta terganggunya hubungan dagang internasional.

Para ekonom juga mencatat bahwa banyak perusahaan Amerika justru memindahkan pabriknya ke negara lain di Asia Tenggara atau tetap bertahan di Tiongkok, karena memindahkan rantai pasok sangat mahal dan kompleks.

Bahkan dalam beberapa kasus, biaya tambahan dari tarif dialihkan ke konsumen AS, yang berarti tarif tersebut justru menjadi semacam “pajak” tersembunyi. Dengan melihat kelemahan strategi ini, Tiongkok tidak gentar untuk melanjutkan kebijakan balasannya.

Pesan Politik Global: China Tak Bisa Diintimidasi

Balasan tarif dari Tiongkok juga menjadi pesan strategis kepada dunia bahwa negara tersebut tidak akan membiarkan dirinya ditekan oleh kekuatan asing, sekuat apapun.

Dalam konteks geopolitik, ini memperkuat posisi Tiongkok sebagai penantang utama hegemoni Barat, terutama Amerika Serikat. China ingin menegaskan bahwa mereka memiliki kapasitas untuk melindungi kepentingan nasional dan berdiri sejajar dengan kekuatan global lainnya.

Pakar hubungan internasional dari Universitas Tsinghua, Prof. Wang Yiwei, menyebut bahwa tindakan Tiongkok bukan hanya soal ekonomi, melainkan juga “tentang martabat dan kepemimpinan global.”

Ia menambahkan bahwa dalam dunia multipolar, tidak boleh ada satu negara yang mendikte aturan main ekonomi global sendirian. Dalam konteks ini, keberanian Tiongkok membalas tarif Trump adalah cerminan dari ambisi globalnya yang kian besar.

Kesimpulan: Kekuatan, Strategi, dan Ketegasan Tiongkok

China berani membalas kebijakan tarif Trump karena didukung oleh kekuatan ekonomi yang solid, sistem politik yang stabil, strategi dagang global yang terencana, serta kepercayaan diri nasional yang tinggi.

Mereka melihat bahwa menjadi pasif terhadap kebijakan yang dianggap tidak adil akan mencederai kedaulatan dan martabat negara. Balasan tarif bukan semata reaksi ekonomi, tetapi juga simbol dari perlawanan terhadap dominasi sepihak dan cara Tiongkok menegaskan dirinya sebagai pemain utama dalam tatanan global baru.

Dalam jangka panjang, langkah Tiongkok dalam membalas tarif menunjukkan bahwa negara tersebut tidak hanya mampu bertahan dari tekanan ekonomi, tetapi juga memanfaatkannya sebagai momentum untuk memperluas pengaruhnya secara global.

Meski perang dagang menimbulkan dampak pada kedua negara, posisi strategis Tiongkok dalam rantai pasok global, keahlian diplomasi ekonomi, dan kesiapan rakyatnya untuk menghadapi tantangan menjadikannya lawan yang sangat tangguh.