Mencengangkan Ada Harta Karun Nuklir di Kalimantan

nuklir

Dmarket.web.id – Selama ini, Kalimantan dikenal sebagai lumbung sumber daya alam, terutama batu bara dan kelapa sawit. Namun, seiring kemajuan ilmu geologi dan teknologi eksplorasi, muncul fakta mengejutkan: Kalimantan juga menyimpan harta karun bahan baku nuklir berupa uranium dan thorium.

Kandungan ini menempatkan Kalimantan sebagai salah satu wilayah strategis dalam agenda ketahanan energi masa depan Indonesia. Lebih dari sekadar potensi ekonomi, temuan ini mengundang pertanyaan besar tentang arah kebijakan energi nasional dan implikasi geopolitik yang menyertainya.

Potensi Uranium dan Thorium di Tanah Borneo

Berdasarkan riset Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Kalimantan—terutama di wilayah Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah—memiliki deposit uranium dan thorium yang cukup menjanjikan.

Studi eksplorasi menemukan bahwa jenis batuan granit dan aluvial di wilayah tersebut mengandung mineral radioaktif. Lokasi seperti Kecamatan Kalan di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, sudah sejak lama menjadi sasaran penelitian karena kandungan uranium cukup tinggi.

Uranium dan thorium adalah elemen radioaktif yang dapat digunakan sebagai bahan bakar reaktor nuklir. Meski belum ditambang secara komersial, potensi keduanya diyakini dapat memenuhi kebutuhan energi nuklir Indonesia selama ratusan tahun jika dikelola secara optimal.

Menurut laporan BATAN, perkiraan sumber daya uranium di Kalimantan bisa mencapai lebih dari 70.000 ton, sementara thorium yang tersebar di endapan mineral berat pasir pantai dan batuan granit juga bisa mencapai puluhan ribu ton. Jika dikembangkan, ini akan menempatkan Indonesia sejajar dengan negara-negara penghasil uranium lainnya seperti Kanada, Kazakhstan, dan Australia.

Uranium dan Thorium: Bahan Bakar Masa Depan

Sebagai sumber energi alternatif, uranium telah digunakan sejak lama untuk pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Namun, thorium juga mulai mendapat perhatian karena dianggap lebih aman, lebih melimpah, dan menghasilkan limbah radioaktif yang lebih sedikit.

India, misalnya, telah aktif mengembangkan reaktor thorium karena negara tersebut memiliki cadangan thorium yang besar.

Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pelopor penggunaan thorium di Asia Tenggara. Dengan teknologi reaktor torium molten salt (MSR), Indonesia bisa mengembangkan pembangkit listrik yang lebih ramah lingkungan, efisien, dan memiliki risiko kecelakaan reaktor yang lebih rendah dibandingkan reaktor berbasis uranium.

“Dengan cadangan thorium yang cukup besar, kita tidak hanya bisa mencapai kemandirian energi, tapi juga menjadi pionir dalam teknologi nuklir yang lebih bersih,” ujar peneliti nuklir senior dari BATAN, Dr. Budi Santoso, dalam wawancara pada 2024.

Geopolitik Energi: Kalimantan di Pusaran Kepentingan

Dengan semakin terbukanya data tentang kekayaan mineral radioaktif di Kalimantan, muncul pula perhatian dari negara-negara asing. Ketertarikan mereka bukan tanpa alasan. Di tengah krisis energi global dan transisi dari energi fosil ke energi terbarukan dan nuklir, kontrol atas pasokan bahan baku strategis menjadi sangat penting.

Dalam laporan investigatif tahun 2023, beberapa perusahaan asing dilaporkan mencoba mendekati pemerintah daerah dan pihak swasta lokal untuk mendapatkan akses eksplorasi uranium di Kalimantan. Meski belum ada izin resmi pertambangan uranium yang dikeluarkan pemerintah pusat, fakta ini memicu kekhawatiran akan kedaulatan sumber daya alam.

Pemerintah Indonesia sendiri menegaskan bahwa bahan baku nuklir tergolong strategis dan tidak dapat dieksplorasi tanpa persetujuan pusat, mengacu pada Undang-Undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Namun, godaan investasi dan potensi konflik kepentingan tetap menjadi tantangan besar ke depan.

Hambatan Regulasi dan Ketakutan Publik

Walaupun cadangan uranium dan thorium di Kalimantan menjanjikan, jalan menuju pemanfaatannya tidak semudah membalik telapak tangan. Salah satu hambatan terbesar adalah soal regulasi dan resistensi publik terhadap energi nuklir.

Selama puluhan tahun, opini publik Indonesia cenderung negatif terhadap pembangunan PLTN, terutama karena bayangan tragedi Chernobyl dan Fukushima yang membekas di benak masyarakat.

Selain itu, Indonesia belum memiliki kerangka hukum dan infrastruktur pendukung yang memadai untuk pengolahan dan pemanfaatan bahan baku nuklir secara aman dan efisien. Penambangan uranium dan thorium membutuhkan teknologi tinggi, pengelolaan limbah radioaktif yang cermat, serta jaminan keamanan dari segi fisik maupun cyber.

Beberapa LSM lingkungan juga menyuarakan kekhawatiran bahwa eksplorasi bahan baku nuklir di Kalimantan bisa mengganggu ekosistem hutan hujan tropis yang tersisa, serta mengancam keberadaan komunitas adat yang tinggal di wilayah-wilayah target eksplorasi.

Antara Harapan dan Ketakutan: PLTN di Masa Depan Indonesia

Dengan kebutuhan energi nasional yang terus meningkat dan komitmen untuk menurunkan emisi karbon, energi nuklir menjadi alternatif yang sangat masuk akal. Presiden Joko Widodo pada 2024 menyebut bahwa Indonesia tidak bisa selamanya bergantung pada energi fosil, dan menegaskan pentingnya diversifikasi energi, termasuk melalui nuklir.

Proyek pembangunan PLTN di Kalimantan menjadi salah satu agenda yang tengah dikaji oleh Kementerian ESDM bersama Bapeten dan BATAN (yang kini telah melebur dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional).

Pilihan Kalimantan sebagai lokasi juga dipengaruhi oleh faktor geologis yang relatif aman dari gempa, berbeda dengan wilayah Indonesia bagian barat dan timur yang berada di jalur cincin api.

Jika PLTN pertama dibangun di Kalimantan, maka sumber daya uranium dan thorium yang tersedia secara lokal dapat memangkas biaya impor bahan baku sekaligus menjamin keberlanjutan pasokan.

Teknologi Pengolahan: Tantangan Sains dan Kemandirian

Untuk bisa memanfaatkan uranium dan thorium Kalimantan, Indonesia harus mengembangkan teknologi ekstraksi, pemurnian, dan konversi yang sangat kompleks. Hal ini tidak dapat dilakukan hanya dengan pendekatan tambang tradisional.

Teknologi seperti in-situ leaching untuk uranium dan molten salt reactor (MSR) untuk thorium memerlukan kolaborasi antara ilmuwan, pemerintah, dan industri. Saat ini, Indonesia masih mengandalkan transfer teknologi dari negara-negara mitra seperti Korea Selatan, Jepang, dan Prancis.

Jika ingin benar-benar memanfaatkan kekayaan bahan baku nuklirnya, Indonesia harus berinvestasi besar-besaran dalam riset dan SDM nuklir, termasuk meningkatkan jumlah insinyur nuklir, ahli metalurgi, dan pakar keselamatan nuklir.

Dampak Ekonomi dan Peluang Industri Hilir

Jika eksplorasi uranium dan thorium berhasil dilakukan secara komersial, dampaknya terhadap ekonomi Kalimantan akan sangat besar. Tidak hanya membuka ribuan lapangan pekerjaan, tetapi juga menciptakan rantai industri hilir dari pertambangan, pengolahan, hingga manufaktur komponen reaktor.

Kalimantan dapat menjadi pusat industri energi nuklir di ASEAN, bersaing dengan Singapura dan Malaysia yang juga tengah mengembangkan minat pada nuklir sebagai bagian dari transisi energi. Selain itu, sektor pendidikan dan teknologi juga akan berkembang dengan adanya pusat riset dan pengembangan nuklir di wilayah tersebut.

“Ini bukan sekadar soal tambang. Ini adalah kesempatan untuk membangun ekosistem teknologi tinggi di Kalimantan,” ujar Dr. Ratna Kurniasari, pakar teknologi energi dari Universitas Indonesia.

Kedaulatan Energi dan Keamanan Nasional

Isu lain yang tak kalah penting adalah soal keamanan nasional. Mengelola bahan baku nuklir bukan hanya urusan energi, tetapi juga isu strategis pertahanan negara. Uranium, dalam bentuk tertentu, dapat diperkaya menjadi bahan baku senjata nuklir.

Meski Indonesia berkomitmen pada penggunaan damai nuklir sesuai Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT), tetap diperlukan pengawasan dan kontrol ketat.

Selain itu, risiko penyalahgunaan oleh pihak-pihak non-negara seperti kelompok teroris juga menjadi perhatian serius. Oleh karena itu, pengelolaan uranium dan thorium harus dilakukan di bawah sistem pengamanan yang sangat ketat, bekerja sama dengan lembaga internasional seperti IAEA.

Menuju Masa Depan: Perlu Rencana Jangka Panjang

Langkah ke depan tidak boleh gegabah. Pemerintah Indonesia perlu menyusun roadmap nasional pengembangan energi nuklir, termasuk eksplorasi dan pemanfaatan uranium dan thorium di Kalimantan. Roadmap ini harus melibatkan:

  • Regulasi hukum yang jelas dan transparan

  • Partisipasi masyarakat lokal dan perlindungan lingkungan

  • Investasi besar di bidang riset dan teknologi

  • Kerja sama internasional untuk transfer teknologi dan pengawasan

  • Edukasi publik agar stigma negatif terhadap nuklir dapat diatasi

Jika semua ini bisa dijalankan dengan hati-hati dan terencana, maka kekayaan uranium dan thorium di Kalimantan bisa menjadi kunci kemandirian energi Indonesia di abad ke-21.

Penutup: Dari Tambang ke Transformasi Energi

Harta karun bahan baku nuklir di Kalimantan bukan sekadar potensi ekonomi, tapi juga simbol pergeseran paradigma energi nasional. Di tengah tekanan global untuk meninggalkan energi fosil dan krisis pasokan energi, Indonesia memiliki kesempatan langka untuk mengubah Kalimantan dari wilayah ekstraktif menjadi pusat energi modern dan berkelanjutan.

Namun, peluang ini datang bersama tantangan besar—baik dari segi teknologi, politik, sosial, maupun lingkungan. Keberhasilan pengelolaan uranium dan thorium Kalimantan akan menjadi tolak ukur apakah Indonesia benar-benar siap menyongsong masa depan energi yang cerdas, bersih, dan berdaulat.