Dmarket.web.id – Jakarta, sebagai ibu kota Indonesia yang terus berkembang, tidak lagi hanya dikenal dengan hiruk pikuk lalu lintas dan kepadatan penduduk. Muncul beberapa jenis hiburan yang atraktif di Jakarta.
Sejak tahun 2023, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama investor swasta dan BUMN meluncurkan proyek ambisius yang dikenal dengan nama Jakarta Illumination Island, sebuah kawasan futuristik yang dirancang sebagai pusat pariwisata berbasis teknologi pencahayaan dan instalasi seni.
Proyek ini menjadi bukti nyata bagaimana Jakarta mencoba merebut kembali daya tariknya di mata dunia, bukan hanya sebagai pusat ekonomi, tetapi juga sebagai destinasi budaya dan rekreasi.
Illumination Island terletak di wilayah reklamasi pesisir Jakarta Utara, di salah satu dari pulau buatan yang sebelumnya masuk dalam proyek NCICD (National Capital Integrated Coastal Development).
Pulau ini kini diubah menjadi taman cahaya dan teknologi imersif, lengkap dengan galeri terbuka, teater futuristik, restoran tematik, dan jalur interaktif yang semuanya disinari oleh sistem pencahayaan ramah lingkungan.
Proyek ini bukan hanya menjual kemewahan visual, tetapi juga mengusung misi edukasi, konservasi, dan inovasi digital yang membaur dengan alam dan budaya lokal.
Cahaya sebagai Medium Urban Revitalization
Konsep dasar Jakarta Illumination Island adalah memanfaatkan cahaya sebagai media revitalisasi kota dan penghubung antara teknologi dengan ekspresi budaya. Setiap sudut pulau ini dilengkapi dengan instalasi seni yang berbasis cahaya dan video mapping.
Di malam hari, pengunjung bisa menyaksikan pertunjukan laser interaktif di atas air, galeri lampu berbentuk motif batik raksasa yang berubah warna, serta lorong cahaya yang menampilkan sejarah Indonesia melalui proyeksi digital.
“Kami ingin menghadirkan pengalaman multisensori yang tak hanya memanjakan mata, tetapi juga menyentuh kesadaran akan pentingnya teknologi dalam mendukung seni dan ekosistem kota,” ujar Andika Mahendra, direktur kreatif proyek ini.
Tidak hanya seniman lokal, seniman dari Jepang, Korea Selatan, dan Eropa pun ikut serta dalam kurasi karya di pulau ini, menjadikan Jakarta sebagai titik temu seni cahaya global.
Selain nilai estetika, cahaya digunakan untuk menciptakan atmosfer aman dan nyaman. Pulau ini dilengkapi dengan sistem pencahayaan pintar yang bisa menyesuaikan intensitas berdasarkan keramaian, cuaca, dan bahkan kondisi emosi pengunjung melalui teknologi deteksi wajah.
Hal ini menciptakan harmoni antara teknologi dan kebutuhan manusia yang semakin individualistik di era digital.
Keberlanjutan Energi: Ramah Lingkungan di Setiap Sudut
Salah satu nilai jual utama dari Jakarta Illumination Island adalah komitmennya terhadap keberlanjutan lingkungan. Semua sistem penerangan menggunakan energi terbarukan, khususnya panel surya dan sistem penyimpanan energi berbasis baterai lithium yang tersebar di berbagai titik di pulau.
Bahkan, jalan setapak di pulau ini dilapisi dengan teknologi piezoelectric yang mampu menyimpan energi dari setiap langkah kaki pengunjung untuk menghidupi lampu di sekitarnya.
Air laut yang mengelilingi pulau digunakan untuk sistem pendinginan alami dan teknologi desalinasi ramah lingkungan. Limbah dari restoran dan fasilitas publik diproses melalui sistem bioteknologi yang menghasilkan energi tambahan dan pupuk cair untuk taman vertikal yang menghiasi menara-menara pencahayaan.
Hal ini sejalan dengan visi Jakarta menuju kota cerdas dan hijau. Dalam pernyataannya, Gubernur Jakarta tahun 2025, Rahayu Anggraini, menyebutkan bahwa Illumination Island adalah “laboratorium terbuka bagi teknologi urban sustainability” yang ke depan akan dijadikan model bagi kawasan lain di Jakarta, terutama untuk wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu.
Pariwisata dan Dampak Ekonomi
Jakarta Illumination Island secara cepat menjadi magnet pariwisata baru. Sejak soft opening-nya pada awal 2024, pulau ini telah menarik lebih dari 2 juta pengunjung lokal dan mancanegara.
Tiket masuk dijual dengan harga bervariasi, mulai dari Rp50.000 hingga Rp150.000, tergantung zona yang dikunjungi. Pulau ini dibagi menjadi lima zona tematik: Zona Batik Lightscape, Zona Teknologi Nusantara, Zona Eco-Art, Zona Laskar Langit, dan Zona Harmoni Laut.
Setiap zona tidak hanya menawarkan visual yang memukau, tetapi juga menghadirkan edukasi, seperti laboratorium interaktif tentang energi terbarukan dan museum holografik sejarah Jakarta.
Para pelaku UMKM lokal juga diberi ruang untuk membuka kios di area “Pasar Cahaya”, yang menjual produk kerajinan, makanan khas Betawi, serta merchandise unik dengan elemen pencahayaan.
Dampak ekonominya sangat signifikan. Ribuan lapangan kerja baru tercipta, mulai dari teknisi pencahayaan, kurator seni digital, pemandu wisata berbahasa asing, hingga pengrajin lokal.
Hotel-hotel di sekitar Ancol dan Pluit pun melaporkan peningkatan tingkat okupansi hingga 60% setelah Illumination Island dibuka. Bahkan, maskapai penerbangan menambahkan jadwal malam ke Jakarta untuk mengakomodasi wisatawan internasional yang ingin melihat pulau cahaya dari udara.
Teknologi Imersif dan Kecerdasan Buatan
Jakarta Illumination Island bukan sekadar taman lampu, melainkan sebuah ekosistem teknologi tinggi. Setiap pengunjung dibekali dengan gelang pintar yang berfungsi sebagai tiket masuk, pemindai identitas, dan alat interaksi dengan sistem di pulau.
Gelang ini terhubung ke sistem pusat berbasis AI yang mencatat preferensi pengunjung dan mengarahkan mereka ke instalasi yang sesuai minat.
Misalnya, jika pengunjung menyukai karya bernuansa sejarah, gelang akan memberi notifikasi interaktif saat berada di dekat instalasi video mapping tentang peristiwa penting di Batavia.
AI ini juga dapat menyesuaikan warna dan suara instalasi berdasarkan data demografi pengunjung yang sedang berkumpul, menciptakan pengalaman personalisasi massal yang unik.
Terdapat juga zona realitas virtual (VR) dan augmented reality (AR) yang memungkinkan pengunjung menjelajahi Jakarta masa depan atau merasakan pengalaman sejarah dengan interaktif. Anak-anak dapat belajar tentang tata surya dengan masuk ke dome VR bertema galaksi yang dilengkapi efek getaran, angin, dan suhu.
Tantangan Sosial dan Kritik Publik
Meski menuai banyak pujian, Jakarta Illumination Island tidak lepas dari kritik. Sebagian pihak menyoroti biaya besar pembangunan pulau ini yang disebut mencapai Rp5 triliun.
Kritik datang dari kelompok masyarakat yang menilai dana tersebut seharusnya digunakan untuk perbaikan infrastruktur dasar seperti banjir, transportasi umum, dan pengendalian polusi udara.
Aktivis lingkungan juga mempertanyakan proses reklamasi yang kembali dilakukan meski sebelumnya proyek reklamasi Jakarta menuai kontroversi hukum dan lingkungan. Mereka mendesak audit independen atas dampak ekologis jangka panjang dari keberadaan pulau ini terhadap pesisir Jakarta, ekosistem mangrove, dan kehidupan nelayan lokal.
Namun, pihak pengelola menepis anggapan tersebut. Mereka menyatakan bahwa proyek ini dilakukan dengan analisis lingkungan yang ketat dan melibatkan komunitas pesisir dalam perencanaan serta pemberdayaan ekonomi lokal.
“Kami tidak mengorbankan lingkungan. Kami mencoba membuktikan bahwa pembangunan dan ekologi bisa berjalan seimbang,” tegas Rina Sasmita, kepala divisi lingkungan proyek.
Edukasi dan Diplomasi Budaya
Illumination Island juga berperan sebagai panggung diplomasi budaya Indonesia. Pulau ini rutin menggelar festival internasional, seperti Jakarta Light and Culture Festival yang menghadirkan seniman dari ASEAN, Jepang, India, dan Eropa. Setiap negara diberi ruang untuk menampilkan instalasi cahaya yang merepresentasikan budaya mereka.
Program edukasi pun digalakkan melalui kerja sama dengan sekolah dan universitas. Mahasiswa desain dan teknik dari seluruh Indonesia diundang untuk magang dan mengikuti program inovasi lampu hemat energi atau desain interaktif.
Pemerintah DKI bahkan merancang kurikulum khusus “Urban Light and Technology” yang akan dimasukkan ke dalam program studi teknik dan arsitektur di beberapa kampus.
Bahkan, UNESCO sempat melirik Jakarta Illumination Island sebagai kandidat zona warisan budaya masa depan dengan nilai edukasi digital dan budaya. Jika ini tercapai, maka Jakarta bisa mencatat sejarah baru dalam bidang transformasi urban berbasis seni dan teknologi.
Jakarta Menuju Kota Masa Depan
Jakarta Illumination Island menjadi representasi visual dari impian besar: menjadikan Jakarta kota global yang mampu bersaing dengan Singapura, Tokyo, dan Dubai.
Proyek ini adalah bagian dari strategi branding kota pasca-pemindahan ibu kota ke IKN. Dengan kehilangan status administratif sebagai ibu kota negara, Jakarta mencoba mengukuhkan dirinya sebagai ibu kota pariwisata, seni, dan teknologi.
Di tengah tantangan urbanisasi ekstrem dan ketimpangan sosial, proyek ini menghadirkan harapan baru bahwa pembangunan tidak selalu harus bersifat utilitarian. Seni, cahaya, dan pengalaman menjadi bagian penting dari kualitas hidup masyarakat kota.
“Jakarta tidak boleh hanya dibangun dengan beton dan jalan raya. Jakarta harus dibangun juga dengan cahaya dan imajinasi,” kata Gubernur Rahayu saat peresmian tahap akhir Illumination Island. Sebuah pernyataan yang menegaskan bahwa kota bukan hanya tempat tinggal, tapi juga tempat bermimpi dan menginspirasi.
Penutup: Cahaya yang Menyatukan
Jakarta Illumination Island adalah gambaran dari masa depan kota yang inklusif, berkelanjutan, dan estetis. Ia bukan hanya simbol kemajuan teknologi, tapi juga panggung kebersamaan. Di tempat ini, anak kecil, seniman, pengusaha, hingga wisatawan internasional bisa merasakan keajaiban yang diciptakan dari perpaduan cahaya, seni, dan kecerdasan buatan.
Meski belum sempurna dan masih menyisakan tantangan, Illumination Island telah membuka babak baru dalam pembangunan kota. Jakarta, yang dulu dikenal dengan kemacetan dan banjir, kini punya cerita baru: kota yang bersinar di atas air, membawa harapan baru lewat cahaya yang tidak hanya menerangi malam, tapi juga masa depan.