Dmarket.web.id – Persaingan antara Wali Kota Medan, Bobby Nasution, dan Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, semakin meningkat. Ini terjadi menjelang Pemilihan Kepala Daerah Sumut. Diskusi publik semakin ramai setelah acara pengambilan nomor urut KPU Sumut.
Bobby mempermasalahkan kondisi infrastruktur, terutama jalan rusak. Dia menganggap ini belum memadai di era kepemimpinan Edy. Edy Rahmayadi menanggapi dengan mengatakan bahwa infrastruktur tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah pusat.
Latar Belakang Konflik Bobby Nasution dan Edy Rahmayadi
Hubungan antara Bobby Nasution dan Edy Rahmayadi sering kali bergantung pada berbagai faktor. Salah satunya adalah perbedaan latar belakang dan dukungan masyarakat. Edy Rahmayadi, seorang mantan Pangkostrad, memiliki latar belakang militer. Sementara Bobby Nasution lebih fokus pada pendekatan sipil.
Konflik mereka sering kali mengingatkan pada perseteruan di Jawa Tengah antara Bibit Waluyo dan Joko Widodo pada 2011. Perselisihan antara kepala daerah bukanlah hal baru. Di Sumatera Utara, konflik antara Bobby Nasution dan Edy Rahmayadi semakin meningkat.
Kritik terhadap pengelolaan infrastruktur sering kali menjadi sumber konflik. Bobby Nasution menyoroti kondisi jalan yang buruk. Sementara itu, Edy Rahmayadi mendapat dukungan dari tokoh seperti Ustadz Abdul Somad.
Perbedaan strategi politik juga menjadi faktor penting. Dalam Pilgub Sumut, Edy Rahmayadi dan Bobby Nasution saling bersaing. Dukungan dari tujuh partai dan rekomendasi PPP kepada Bobby menunjukkan pergeseran kekuatan politik.
Analisis politik Qodari menekankan pentingnya mengurangi ego. Menurunkan ego penting agar kebijakan publik tidak terganggu. Ini penting agar Sumatera Utara bisa berkembang seperti yang diharapkan.
Pemilihan Kepala Daerah dan Persaingan Politik
Pemilihan Kepala Daerah Sumut semakin ketat dengan Bobby Nasution dan Edy Rahmayadi. Keduanya menjadi sorotan publik karena kontroversi yang ada. Ini menunjukkan betapa pentingnya pemilihan ini bagi masyarakat.
Survei Indo Barometer dari 4 hingga 10 Februari 2018 menunjukkan kompetisi ketat. Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus mendapat 26% dukungan. Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah dan Jopinus Ramli Saragih-Ance Selian mendapat 25,8% dan 8,4% masing-masing. 39,8% responden belum memilih, menunjukkan ketidakpastian.
Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah didukung koalisi besar di Pilgub sebelumnya. Bobby Nasution, sebagai calon baru, mengecam proyek jalan Rp 2,7 triliun yang belum selesai. Ini menunjukkan ketegangan antara keduanya.
Proyek infrastruktur jalan Sumatera Utara menjadi sorotan Bobby Nasution. Dia bilang kondisi jalan di Sumut buruk dibanding Aceh dan Sumatera Barat. Ini menunjukkan isu infrastruktur penting dalam Pilgub Sumut.
Pemilihan Kepala Daerah Sumut bukan hanya memilih pemimpin baru. Ini juga tentang mempertontonkan visi dan solusi untuk masyarakat Sumatera Utara. Kontroversi antara Bobby Nasution dan Edy Rahmayadi membuat pemilihan semakin menarik.
Kritik Bobby Nasution Tentang Infrastruktur di Sumut
Isu infrastruktur di Sumatera Utara (Sumut) menjadi topik hangat dalam persaingan politik. Bobby Nasution dan Edy Rahmayadi beradu argumen. Bobby Nasution menyoroti bahwa infrastruktur Sumut belum merata. Ia menekankan banyaknya jalan rusak di daerah-daerah.
Sindiran Bobby Tentang Jalan Rusak
Bobby Nasution menunjukkan perbedaan kondisi jalan di Aceh dan Sumatera Barat dengan Sumut. Meskipun pemerintah telah alokasikan Rp 2,7 triliun untuk proyek infrastruktur, jalan di Sumut tetap rusak. Ia menilai bahwa Rp 14 triliun APBD Sumut cukup untuk memperbaiki infrastruktur.
Tanggapan Edy Rahmayadi
Edy Rahmayadi menanggapi kritik Bobby Nasution. Ia menjelaskan bahwa jalan rusak adalah tanggung jawab pemerintah pusat, bukan provinsi. Edy menegaskan bahwa proyek Rp 2,7 triliun belum selesai. Ia berkomitmen menyelesaikan proyek tersebut jika terpilih kembali sebagai gubernur.
Konflik Sejak Pandemi
Sejak pandemi Covid-19, konflik antara Wali Kota Medan Bobby Nasution dan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi semakin sering terjadi. Keduanya sering saling kritik tentang penanganan kesehatan dan kebijakan publik di Sumut.
Kerumunan di Kesawan City Walk
Konflik ini sering terjadi di Kesawan City Walk. Edy Rahmayadi menuduh Pemerintah Kota Medan tidak bisa mengendalikan kerumunan di sana. Menurut Edy, kerumunan ini bisa meningkatkan penyebaran virus Covid-19.
Bobby Nasution menanggapi dengan menutup Kesawan City Walk sementara dan memperketat protokol kesehatan. Ini menunjukkan komitmen Pemkot Medan untuk mengurangi penyebaran Covid-19. Namun, kegiatan di sana tetap berlanjut dengan pengawasan ketat.
Karantina WNI dan Data yang Tidak Sinkron
Masalah lain adalah karantina WNI yang baru tiba dari luar negeri. Bobby menuduh Pemprov Sumut tidak koordinasi dengan baik dengan Pemkot Medan. Ia juga menyoroti inkonsistensi data karantina yang disediakan oleh Pemprov.
Edy Rahmayadi menegaskan bahwa penanganan pandemi adalah kerja sama antar pihak di Sumut. Meski begitu, perbedaan latar belakang Bobby dan Edy mempengaruhi gaya kepemimpinan mereka. Ini membuat potensi konflik tetap ada.
Perseteruan ini mengingatkan pada konflik antara Bibit Waluyo dan Joko Widodo di Jawa Tengah, serta antara Ridho Ficardo dan Herman Hasanusi di Lampung. Diharapkan kedua pemimpin daerah ini bisa menurunkan ego dan fokus pada kepentingan masyarakat untuk mengakhiri pandemi Covid-19.
Dana Bagi Hasil (DBH) Yang Belum Dibayarkan
Konflik antara Bobby Nasution dan Edy Rahmayadi semakin seru. Isu utamanya adalah Dana Bagi Hasil sebesar Rp 407 miliar yang belum diterima oleh Kota Medan dari Provinsi Sumut. Dana ini penting karena berasal dari APBN dan digunakan untuk kebutuhan daerah.
Bobby Nasution sering protes soal pembayaran DBH yang tertunda. Pemerintah Provinsi Sumut utang Rp 433 miliar kepada Kota Medan. Dana ini sangat penting untuk proyek-proyek di Medan.
Edy Rahmayadi mengusulkan komunikasi langsung tanpa media. Namun, ini tidak meredakan ketegangan. Konflik ini semakin memanas sebelum Pilgub Sumut 2024.
Dana Bagi Hasil terdiri dari pajak dan sumber daya alam. Pembagian dan alokasinya diatur oleh UU Nomor 33 Tahun 2004. Dana ini sangat penting untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Berita Terbaru Konflik Bobby Nasution Dengan Edy Rahmayadi
Konflik politik antara Bobby Nasution dan Edy Rahmayadi semakin seru. Ini membuat banyak orang penasaran tentang dampaknya pada Pemilu Gubernur Sumatera Utara 2024. Beberapa hal baru dalam perseteruan ini adalah:
- Bobby Nasution menyoroti anggaran perbaikan jalan di Sumatera Utara pada era gubernur Edy Rahmayadi yang mencapai Rp 2,7 triliun. Beliau menyebutkan bahwa anggaran tersebut seharusnya cukup untuk memperbaiki infrastruktur di Sumut.
- Edy Rahmayadi menyebut bahwa jika ia kembali menjabat sebagai gubernur, ia akan menyelesaikan masalah jalan rusak yang menjadi sorotan Bobby. Ini menjadi salah satu poin kunci dalam dinamika pilgub sumut.
Perseteruan ini juga dipicu oleh beberapa kejadian sebelumnya, seperti:
- Edy mengkritik Bobby dan Pemerintah Kota Medan terkait kerumunan massa di Kesawan City Walk pada tengah pandemi Covid-19. Sebagai respons, Bobby menutup sementara Kesawan City Walk untuk menghindari kritik lebih lanjut.
- Bobby mengkritik Edy karena merasa tidak dilibatkan dalam karantina WNI yang pulang dari luar negeri. Konflik ini juga merujuk kepada dana bagi hasil (DBH) Kota Medan senilai Rp 407 miliar yang belum dibayarkan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Edy membuka kemungkinan untuk berduet atau bertarung dengan Bobby Nasution pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2024. Meskipun begitu, terdapat perbedaan pandangan terkait dukungan untuk Holywings di Sumatera Utara. Bobby diusung oleh sejumlah partai, termasuk Gerindra, sedangkan Edy didukung oleh PDIP yang sebelumnya mendukung Bobby.
Edy Rahmayadi: “Jika kembali menjabat sebagai gubernur, saya akan selesaikan masalah jalan rusak yang menjadi kritik Bobby.”
Konflik politik ini diperkirakan akan semakin menarik perhatian menjelang Pilgub Sumut 2024.
Sindiran Bobby di Pilgub Sumut 2024
Dalam Pilgub Sumut 2024, Bobby Nasution menyampaikan beberapa sindiran yang menarik. Ia menyindir tentang nomor urut 1 dan proyek infrastruktur. Bobby juga membandingkan infrastruktur di Sumatera Utara dengan Aceh dan Sumatera Barat.
Nomor Urut 1 dan 2
Bobby Nasution menyindir Edy Rahmayadi yang mendapat nomor urut 2. Ini terkait dengan proyek infrastruktur senilai Rp 2,7 triliun. Bobby mengkritik bahwa banyak jalan rusak di Sumatera Utara yang belum diperbaiki.
Ia menyoroti bahwa proyek pengaspalan jalan di Asahan belum selesai, meskipun dimulai sejak 1991. Lebih dari 450 kilometer jalan rusak di Sumut belum diperbaiki. Bobby menyarankan bahwa proyek multiyears yang menghabiskan Rp 2,7 miliar tidak selesai tepat waktu.
Ini menambah spekulasi bahwa persaingan politik di Sumatera Utara semakin meningkat. Edy Rahmayadi menegaskan bahwa jalan rusak adalah tanggung jawab pemerintah pusat. Namun, Bobby tetap mempertanyakan alokasi dana Rp 2,7 triliun di bawah kepemimpinan Edy.
Dalam politik Sumatera Utara, sindiran Bobby dan tanggapan Edy menunjukkan dinamika politik yang semakin memanas. Ini menjelang Pilgub Sumut 2024.
Proyek Infrastruktur dan Anggaran APBD
Di Sumatera Utara, ada perdebatan tentang proyek infrastruktur dan pengelolaan anggaran APBD. Bobby Nasution dan Edy Rahmayadi sering berbeda pendapat. Mereka berbicara tentang manajemen keuangan daerah dan penggunaan dana APBD untuk memperbaiki jalan.
Proyek Rp 2,7 Triliun
Pada 2022, Pemprov Sumut di bawah Edy Rahmayadi alokasikan Rp 2,7 triliun untuk jalan. Bobby Nasution mengatakan, meskipun anggaran besar, banyak yang belum terwujud. Dia yakin dengan anggaran yang cukup, proyek infrastruktur bisa selesai tepat waktu dan berkualitas.
Ini akan meningkatkan koneksi dan kesejahteraan masyarakat.
Pandangan Bobby Tentang APBD
Bobby Nasution mengatakan pengelolaan anggaran APBD harus transparan dan tepat sasaran. Dia berpendapat, dana besar seperti Rp 2,7 triliun harus dikelola dengan strategis. Ini untuk memastikan hasil yang maksimal.
Menurut Bobby, penting menyoroti proyek infrastruktur yang belum selesai dan bagaimana anggaran digunakan. Ini berbeda dengan Edy Rahmayadi yang mengatakan proyek jalan yang belum selesai adalah tanggung jawab pemerintah pusat.